Anak SD Berumur 55 Tahun
Anak
SD, nak. Berumur 55 tahun. Kau bisa bayangkan bagaimana perasaan ngilu itu
harus kau tanggung andaikata kamulah yang menjadi korban kengerian itu.
Seorang istri dan anak yang bahkan sudah lebih dahulu lulus SD. Dengan rambut beruban,
ia melangkahkan kaki mantab. Berangkat sekolah.
Sebuah
falsafah yang mungkin sering kau dengar, nak. Bahwa belajar tidak mengenal
umur. Berapapun umurmu, selagi kau hidup, haram kau tak belajar kecuali otakmu
sudah tak berfungsi. Barangkali akan kau kau kait-kaitkan dengan kejadian
seorang bapak-bapak bak anak SD yang datang dengan keyakinan dan langkah
pasti untuk menjemput kertas bernama ijasah demi sebuah legalitas kerja. Tapi
kejadiaanya tidak demikian. Akan aku ceritakan. Hapus peluhmu, nak. Siapkan
nafasmu untuk kau hela atas cerita yang aku baca dari downloadtan koran gratis
yang baru saja aku temukan linknya ini.
Ia
tak memakai baju putih dengan celana pendek berwarna merah khas anak SD. Jangan
kau bayangkan seperti itu, nak. Ia menggunakan baju kemeja kotak abu-bau yang
kusam dan lusuh. Bayangan seperti itu untuk anak SD cukuplah menjadi gambaran
untuk menghela panjang nafasmu. Tak perlu bayangkan “anak” setua itu akan
menggunakan celana pendek ala anak SD.
Legalitas
semacam itu, nak, yang kadang membuat Pak Lek-mu ini naik pitam. Kertas yang
bisa dibakar itu membuat orang tua sepertinya harus rela mempertaruhkan gengsi
menjadi anak SD agar bisa tetap bekerja dan menghidupi keluarga. Pikir, nak.
Coba pikir lebih jernih. Ini akan menggamblangkan hanya ijasah hanya sekedar
sertifikasi kebohongan atas prestasi dan nilai.
Orang
setua itu. Seorang bapaaaaaaak!!!!! Bayangkan!!!!! Ia sudah menjaga sekolah
bertahun tahun dengan kekeliruan yang minim atas pertanyaan kehidupan yang ia
hadapi. Ternyata sama sekali tidak menjadi bukti bahwa ia bahkan memiliki
kapabilitas untuk sekedar lulus SD, atau bahkan lebih tinggi dari itu.
Jika
ia adalah seseorang yang keliru menjawab profesionalitasnya sebagai penjaga
sekolah, dengan sering membuat kesalahan misalnya, tentu ia sudah dikeluarkan
sejak lama. Kalau ia membuat masalah besar dan atas dasar sungkan lalu pihak
sekolah membiarkannya tetap bekerja. Seharusnya legalitas bahwa penjaga sekolah
harus berijasah SD juga harus dienyahkan
untuk melindungi aibnya sebagai orang tua atas dasar sungkan pula. Ini tidak
masuk akal.
Kejujuran,
loyalitas, dan pengabdian bertahun-tahun itu ternyata tidak semert-merta
menciptakan asumsi formal, bahwa sesungguhnya ia lebih berderajat dari lulusan
kuliah. Bukan hal mudah untuk menjadi seorang loyalis dan tetap menjaga
kejujuran di bawah tekanan keadaan yang pasti muncul. Dan faktanya, akal ala universitas
mancanegara orang-orang di luar sana ternyata tidak mampu untuk menjadi seorang
loyalis dan pengabdi yang baik. Koruptor bermilyar dan bertrilyun-trilyun itu,
tidak ada datang dari latar belakang otak SD. Dan ternyata toh korupsi.
Kau
tau, nak. Loyalitas dan kejujuran seseorang yang tidak tersertifikasi dengan
lembar kertas pengakuan apapun itu jauh lebih baik dari pengekuan formal yang
diakui, tapi ternyata hanya sekedar kebohongan belaka!
Salam
1 komentar
sd umur 55 tahun g kebayang :)
BalasHapus