Vidi - 1
“Semua akan berjalan semestinya,
saat kita dipertemukan oleh takdir kita masing-masing dengan cara Tuhan yang
akan kau sebut sebagai “Jalan Tuhan”. Ingatlah, aku juga adalah ciptaan Tuhanmu.
Semua akan dijujurkan oleh Tuhan kita. Percayalah”.
Sepenggal
kalimat yang kini masih terus saja membekas dalam beberapa bagian memori Ays
setelah beberapa malam yang lalu bermimpi bertemu dengan seorang yang tak
dikenalnya. Seorang lelaki tanpa nama, tanpa identitas, dan tanpa ia kenal
begitu saja muncul dalam mimpinya malam itu. Mimpi yang membekas dan selalu
mebuatnya ingin tahu siapakah sebenarnya lelaki tanpa nama itu.
Ays
Aryanti. Remaja 17 tahun yang baru saja menginjak kelas dua sekolah menengah
atas ini sudah sering kali mendapatkan mimpi yang sama hampir setiap malamnya.
Berapapun jam tidurnya tidak mempengaruhi mimpi itu untuk hadir atau tidak
dalam tidur Ays. Ia bahkan tidak kenal kenal sama sekali dengan lelaki yang
sering kali hadir di dalam mimpinya itu.
Tapi
ada rasa yang mengganggu perasaannya saat ia mulai bangun dan melakukan
aktifitas sekolahnya. Dan ia pun tak akan pernah tahu jika dari pembaca atau
saya sendiri menanyainya, ada apa?. Pasti jawabannya “Entahlah”. Semua pasti
akan menjawab seperti itu jika ditanya demikian. Ays hanya remaja yang belum
tahu tentang luasnya dunia ini dengan segala hal yang menyelimutinya.
“Mimpi
yang sama?”. Tanya Oliv, sahabat Ays di sekolah.
“Ya
begitulah Lip, sama seperti yang kemarin-kemarin. Mimpi yang sama, lelaki yang
sama, ganteng yang sama, dan pesona yang sama”.
“Pesona?
Berarti kamu sudah mulai sadar bahwa itu memang dikirim Tuhan untukmu?”.
“Entahlah,
yang jelas semua berjalan seperti aku
sudah mengenalnya lama dan kita saling berpisah lalu dipertemukan dalam mimpi.
Tapi, ada hal yang selalu aku katakan padamu aku gak kenal sama sekali dengan
dia”.
“Semua
pasti akan dijawab oleh yang menamai dirinya “waktu”. Sabarlah saja, nikmatilah
saja, dan teruslah memupuk rasa yang sedang berkecamuk dalam hatimu sampai ras
itu menemukan tanah untuknya bisa tumbuh besar. Semua tidak salah, kamu berhak
untuk suka, atau bahkan sekedar mempertanyakan saja. Simpanlah rasa itu, sampai
kelak kamu bertemu dengannya. Entah kapan dan di dunia yang mana”.
“Oke-oke,
bu dosen. Terima kasih untuk kuliah paginya”. Gerutu Ays karena sahabatnya
seperti sedang mengisi Khutbah sholat Jum’at.
Seperti
itulah yang dirasakan oleh Ays, hatinya pun sedang bimbang sebimbang pikirannya
karena ia tidak tahu rasa mana yang harus dipilih untuk dibesarkan oleh
hatinya. Benci karena kenapa lelaki itu selalu muncul dalam mimpinya, padahal
ia tak kenal. Ataukah suka karena setiap malam bisa melihat pesona yang keluar
dari raut wajahnya dengan suara lagak bijaksana itu?. Entahlah, Ays hanya akan
diam. “Mimpi yang aneh, tanpa kenal bisa memberikan gambaran wajah sejelas itu”
gumam Ays sendiri.
Ays
hanya akan memendam rasanya seperti yang dikatakan oleh sahabatnya, bahwa rasa
itu pasti akan menemui ‘tuan’nya suatu saat nanti. Semua rasa yang hadir adalah
anugerah bagi manusia. Entah itu suka, benci, atau bahagia, nyaman atau lebih
buruk dari beberapa tadi. Semua harus tetap dijaga sampai hati itu menemukan
tentang kebenaran apa yang seharusnya dibesarkan antara suka atau benci. Karena
yang ia tahu, antara suka atau benci ada sebuah ikatan yang sama-sama
diturunkan oleh Tuhan untuk hidup dan menjamur disetiap hati manusia. Karena
memang itu adalah anugerah sampai mati. “Aku pasti akan menemuimu, tuan penjaga
mimpiku”.
Matahari
masih menggantung lemas di lereng pagi yang mendung dengan gumpalan awan pucat
bekas hujan semalam. Suasana yang membuat siapa saja untuk malas berangkat ke
sekolah. Tak beda dengan Ays, gadis remaja ini merasa malas untuk menginjakkan
kaki di sekolah. Yang ia inginkan saat ini hanya tidur di rumah dengan buku
yang selalu menjadi tempat hatinya untuk menunjukan coretan hatinya.
Ays
adalah anak pertama di keluarganya. Ia punya adik perempuan yang masih kecil
untuk diajak mengoceh perihal hatinya yang sedang bingung dengan beberapa
perasaan yang sedang berkecamuk. Setelah mendapat mimpi “aneh” beberapa malam
terkahir. Yang ia tahu saat ini adalah bahwa hanya Oliv Rahma seorang sahabat
yang selalu menjadi tempat berlabuhnya semua curahat hatinya.
“Sekolah
itu membosankan...”. Celoteh Ays disela-sela pelajaran Kimia.
“Bosan
kenapa to Ays?. Gak biasanya lho kamu
seperti ini, biasanya kamu paling senang kalo sekolah, mesti berangkat paling
awal”.
“Gak
tau lip, rasanya males sekolah”.
“Gara-gara
mimpi itu lagi ya?”.
“Mungkin”.
Ays merebahkan kepalanya diatas meja sambil menutupi dengan buku pelajaran.
“Selamat
tidur”. Ucap Oliv terkekeh sambil mengusap rambut Ays.
***
Bersambung------
0 komentar